Langsung ke konten utama

luka yang hanya pergi sebentar

KIAN LAMA mati rasa tanpa ekspektasi. Membentengi diri dari apa-apa yang dahulunya menghukum diri. Menyalahkan diri sendiri atas ketidaksadaran akan sebuah pilihan. Pada akhirnya menjejaki sesal di ujung kisah. Kisah yang nyatanya masih berlanjut dengan cerita baru. Bukan kisah sambutan suka-suka yang baru, melainkan tentang pemulihan duka-duka.

Mengutuk-ngutuk diri dari waktu ke waktu, apabila diingatnya awal-awal cikal-bakal terjadinya fenomena kasih. Tentang diri yang tadinya sama sekali tidak tahu-menahu perihal perasaan. Hingga menjadi piawai dalam kasih-kasih yang berujung pelantaran. Tatkala pertama kali mengenal dan disambut dengan senang yang msnyergap. Namun, senang-senangmya berubah haluan menjadi luntang-lantung dalam membasuh luka. Anehnya, tidak ada kapoknya untuk kembali msnjalin kasih lagi dan lagi.

Setidaknya sudah berjalan lima tahun, tidak lagi mengukir kasih. Katanya, hati sudah tertutup rapat-rapat. Enggan untuk sekadar membuka atau mengintip sedikit dari baliknya. Dia berujar bahwa orang sebelumnya benar-benar berarti dalam hati. Hanya saja, orang itu mulai terkikis pengartiannya karena membuatnya harus merasakan luka. Untuk mengubur seutuhnya, dibutuhkan lima tahun, berhadapan dengan apa-apa yang menerkam hati. Dia berusaha kuat, bertahan untuk bangkit dari jatuh.

Akan tetapi, ya, sudahlah. Itu kisah kasih yang dahulu kalau dipikir-pikir begitu bodoh. Kali ini dia masih nyaman di sisian tebing. Pergi ke puncak malam-malam, bukan hal buruk baginya sebagai seorang perempuan. Setidaknya ada udara segar yang membersihkan luka-luka di dalam tubuhnya. Itu lebih baik daripada harus berleha-leha menyibukkan diri demi melupakan rasa luka yang sejatinya tidak akan pernah bisa dilupakan. Berjalan melamun, membuatnya hampir-hampir jatuh dan terpelesat kalau saja seseorang tidak menahannya.

“Hati-hati, kamu bisa jatuh.”

Untuk pertama kalinya setelah lima tahun, ada pertahanan yang mulai luruh. Perlahan-lahan melelehkan luka yang tadinya membeku. Perempuan itu bersumpah, segala cara telah dilakukan untukmenghancurkan luka yang bersarang tadi. Bagaimana bisa hanya dalam bahkan tidak sampai satu menit, seseorang mampu meluluh-lantakkan luka, memberi angin segar yang lebih baik daripada udara di sekitarnya. Tatapan teduh seorang pria itu akhirnya kembali membuka kasih yang tersncam punah.

Dalam perjalanan pulang, dia digeluti bahagia tiada tara. Namun, hatinya bergejolak tentang keputusan apakah harus kembali mengais kasih atau menyingkir lagi untuk beberapa waktu. Di tengah dilema menyerang, pria itu datang lagi dan menawarkan pulang bersama. Bersamaan dengan itu, diam-diam keputusan sudah terbentuk. Dengan segala apa-apa yang akan dihadapi nanti, dia siap untuk menerima kokohnya luka di ruang hati. Dengan skenario terburuk, dia melatih dan mengendalikan harapan serta ekspektasi.

Sebab, sejatinya dia tahu, bahwa kemungkinan terburuk yang dipikirkan akan selalu menjadi nyata. Pada akhirnya, harus kembali menyapa luka dan enggan mencari pelipur. Daripada berkelana menemukan sosok lain sebagai pengganti, kali ini dia lebih belajar untuk tidak lagi menjalin kasih sampai kasih itu benar-benar datang tanpa membawa luka yang membekas.

Dalam perjalanan pulang bersama sang pria di kala itu, akhirnya dia tahu. Tahu, kasih ini dia sendiri yang menciptakan dan luka yang tadinya mencair kini kembali memadat ketika pria itu berbungkuk lalu pergi dari hadapannya. Selesai, lukanya hanya pergi sebentar, tetapi itu tidak apa-apa. Dia membiarkan pintu itu terbuka, hanya saja dia tidak akan lagi mencari. Akan tiba waktunya, dia menemukan dan mendapatkan apa-apa yang sudah ditakdirkan. Jadi, kepada kasih yang singgah sejenak, pergilah ke mana pun sampai kasih merindukannya dan enggan pergi.


Komentar