Langsung ke konten utama

adik kita

KATANYA adik kita memang kelakuannya sudah tidak bisa ditolerir lagi. Adik kita ingin hidup bebas, dia telah menjadi anak liar di luar sana. Menikmati hidup tanpa aturan dalam suatu keluarga. Menjadikan temannya sebagai tempat mengemban kebahagiaan dan meramu kenyamanan. Sementara keluarga hanya tempat adik kita nerasa jengah, jenuh, marah, dan tidak ada patuh-patuhnya sama sekali.

Adik kita memang sudah remaja dan akan beranjak dewasa. Kita menjadi lepas tangan, bahkan melambaikan tangan untuk merangkul dan mengayominya kembali. Segala cara dan upaya telah dikerahkan demi membuat sdik kita nyaman bersama kita. Entah kita yang kurang telaten dalam mendidik atau memang adik kita yang sudah tidak lagi ingin kita didik.

Kita memang marah karena adik kita tidak tumbuh seperti apa yang kita harapkan, kita ekpektasikan. Adik kita tetap menjadi adik kita yang tidak kita inginkan. Sejatinya, hati kita penuh kasih dan belai sayang untuknya. Namun, kita sudah lelah, sudah benar-benar menyerah. Kita sama-sama tahu bahwa kita tidak ingin adik kita menjadi manusia sempurna. Sebab, pada nyatanya kita sendiri tidak sempurna.

Sederhana, kita hanya ingin adik kita penurut, tidak begitu nakal, memahami aturan yang tidak sulit, bahkan kita hanya ingin adik kita bahagia. Sayang, ya, adik kita tidak mengerti dan memahami itu. Adik kita tahunya kehidupan di luar sana lebih menyenangkan dibanding di dalam rumah. Adik kita pahamnya teman-temannya akan selalu merangkulnya, tetapi adik kita lupa bahwa teman-temannya akan pergi juga. Adik kita lupa bahwa sejauh apa pun perjalanan, dia harus pulang, dia butuh pulang. Adik kita tidak tahu bahwa keluargalah yang akan merangkulnya erat-erat tanpa pernah dilepas.

Adik kita memang salah, tetapi aku, aku amat mengetahui dan memahami mengapa adik kita mengambil langkah yang salah. Aku tahu betul mengapa adik kita menjadi pribadi yang hangat dan menyenangkan untuk orang lain, sementara dia jarang hangat dan menyenangkan untuk kita. Aku tahu dan memahami mengapa adik kita menjadi nyaman di luar sana di kebebasan karena dia punya masa lalu yang tidak baik-baik saja. Adik kita tidak seberuntung kita yang dapat merasakan kasih sayang mami dan papi di kala keluarga kita masih baik-baik saja.

Sejak duduk di sekolah dasar, adik kita sudah dihadapkan dengan masalah pelik. Membuat orangtua kita sibuk dengan masalahnya. Sementara, kita saling bertengkar dan adu mulut. Sementara, kita menjadi abai untuk memperhatikan adik kita. Kita telah lepas tangan sejak dahulu sehingga adik kita biasa hidup bebas sampai detik ini. Pada akhirnya, adik kita menjadi peobadi yang nyaman dengan temannya, bukan dengan kita. Dengarkan aku, adik kita memang salah, bahkan amat fatal. Aku tahu, kita sudah berusaha membimbingnya, tetapi kita butuh kesabaran lebih.

Adik kita sudah tidak punya orangtua yang senantiasa akan sabar membimbingnya. Ah, iya, bahkan adik kita lupa bahwa kakak-kakaknya bukanlah mami dan papi yang akan selalu mengayominya. Kita akan mudah lepas tangan. Kita akan mudah menyerah. Sebab, adik kita tidak akan pernah menjadi seperti apa yang kita mau, kecuali adik kita sendiri yang mau. Adik kita tidak akan pernah berubah, kecuali adik kita sendiri yang mau berubah. Kita, kita hanya butuh kesabaran dan memberi perhatian lebih untuk adik kita. Sebab, aku meyakini, pada akhirnya dia akan mau, dia akan menyadari bahwa kita adalah tempatnya pulang.

Kali ini, harusnya tugas aku untuk menjadi peran utama dalam hidup adik kita. Namun, aku adalah kakak paling pengecut dan bodoh yang pernah ada di kehidupan adik kita. Semestinya aku bisa menjadi kakak sekaligus orangtua untuk adik kita sendiri. Adik kita memang tidak bisa dipaksakan, dia akan makin menjadi keras. Perlahan-lahan saja. Sebentar lagi, ya, sebentar lagi aku mengusahakan sesuatu untukmu adik kita. Aku akan mengambil tanggung jawab mami dan papi untuk kamu.

Sabar, ya, sabar. Aku sedang berusaha untuk menjadi kakak yang tidak pengecut. Aku sedang berusaha untuk memberanikan diri. Semoga. Semoga.


Komentar

Posting Komentar