Langsung ke konten utama

hati yang jatuh

SEJAK AWAL ini sudah keputusanku. Menyalahkanmu adalah fibdakan egois dan jahat yang kalau-kalau kulakukan. Menyalahkan diri sendiri juga sama sekali tidak membawaku pada akhir yang selayaknya. Akan tetapi, aku pernah, aku pernah menyalahkan diri sendiri karena telah membuat keputusan untuk menjatuhkan hati di depanmu. Kupikir kamu sebaik itu untuk mau mengambil hati yang jatuh itu dan kamu bawa ke mana-mana. Namun, hati itu dibiarkan jatuh dan kwmudian diselimuti debu. Hati yang baru saja kubenahi, hati yang baru saja pulih, hati yang baru saja bisa untuk kembali jatuh di hadapan seseorang. Dalam satu kali jatuh pula, hati itu benar-benar jatuh, tanpa dibuat melayang.

Pada akhirnya, aku sendiri yang sedari awal menjatuhkan. Aku ingat, banyak pertimbangan dan pikiran-pikiran yang membuatku akhirnya menjatuhkan hati di hadapnmu. Aku tahu, ada kemungkinan aku gagal ksmbali. Namun, kala itu aku tidak mengendalikan harapan tentang berharap kamu menyukaiku dan ekspektasi bahwa kamu pasti menyukaiku. Nyatanya, kamu hanya menyentuh hati yang jatuh di hadapanmu saja. Kamu tidak mengangkat untuk kemudian dijadikannya milikmu. Lantas,kamu pergi meninggalkan hati yang sudah jatuh sejauh-jauhnya.

Awalnya aku menyayangkan, menangis tersedu-sedu di depan hati yang masih rebah di atas tanah. Malang sekali. Miris sekali. Lama-kelamaan, aku mulai menerima bahwa kamu tidak akan mengambilnya. Namun, aku belum juga mengangkat hatiku untuk dibenahi kembali dan dirawat kembali agar pulih. Aku hanya diam di depan hati yang jatuh di depanku seraya menanti-nanti kamu duduk berhadapan denganku, kemudian kamu mengambil hati yang sudah lama jatuh. Barangkali akan seperti itu. Aku hanya memperhatikanmu berlalu lalang, tetapi aku juga takut kalau-kalau kamu mengambil hati lain yang juga jatuh di hadapanmu. Atau parahnya, kamu menjatuhkan hatimu di hadapan perempuan lain. Ini yang membuatku mengutuk diri, mengapa masih terus berdiam diri dan tidak mengambil saja hatiku lalu pergi!

Selama ini aku selalu berkoar bahwa harapan dan ekspektasi yang berlebihan akan menjatuhkan. Namun, itu salah satu usaha untuk menampar diri. Namun, sepertinya ribuan tamparan tidak kuindahkan. Kukatakan bahwa sampai saat ini setidaknya masih ada secuil harapan, suatu saat kamu akan mengambil hati yang kujatuhkan. Suatu saat, akhirnya hati yang kujatuhkan tidak sia-sia. Sebab, aku tidak ingin menjatuhkan hati kembali. Aku bersumpah tidak akan pernah menggeletakkan hati di hadapan seseorang kembali. Itu, sampai aku benar-benar mengambil hatiku yang jatuh ini, akan kututup hati rapat-rapat agar ia tidak lagi disia-siakan. Jika tidak ada orang lain yang mau menjaga, biar aku yang menjaganya.

Jadinya kuambil hati di depanku ini. Dia terluka di bagian sana sini, tidak parah, itu masih bisa diobati. Maaf, aku telah melukai hatiku sendiri dengan membiarkannya tergeletak sia-sia di tanah. Mari kita pergi.

Ah, iya, kalau kamu mau mengambil dan menjaga hati yang sebelumnya hanya kamu sentuh saja. Datangi saja aku, akan kuberi.


Komentar