Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2022

di sisi jembatan, menatap air sungai yang tenang

MENCINTAI orang yang tidak mencintaimu, bagaimana rasanya? Tidak, aku sedang tidak bertanya, aku hanya ingin mencari teman yang sekiranya senasib denganku. Aku heran, teman-temanku tidak susah-payah merasakan cinta sepihak, tetapi aku satu-satunya perempuan yang dipercaya oleh takdir, katanya aku akan kuat menghadapi cinta yang sepihak ini. Aku hanya mengangguk-angguk saja seperti orang bodoh yang membodohi diri sendiri. Kebingungan sejak tadi bertengger dalam diri, tidak melakukan apa-apa, bertanya-tanya, “Bagaimana cara bahagia merasakan patah hati?” Di dinginnya malam, angin bersiul kencang sekali. Mengibarkan kaos kebesaran yang dibungkus hoodie tebal—tetapi, angin kali ini lihai memasuki diriku. Kaki berjalan saja, entah ke mana, yang terpenting menghirup udara segar dan harapannya patah hati ini hilang. Orang-orang bilang mereka akan menangis ketika patah hati saking perihnya. Aku bukan tidak ingin menangis, melainkan apa aku harus menangis untuk kedua kalinya karena hal sama? La

what should I do?

DARI TEMPATKU DUDUK saat ini, kuperhatikan kepala belakangnya lekat-lekat. Di balik masker putih yang menyembunyikan setengah wajahku, aku bebas tersenyum mesem-mesem karena tidak akan ada yang melihatku melakukan hal konyol ini. Memangku dagu rengan kedua tangan, sementara kepala kutelengkan ke kanan. Dalam waktu-waktu menikmati pemandangan ciptaan Tuhan yang super manis itu, membuat duniaku hanya berpusat pada lelaki yang berada duduk barisan kiri nomor tiga dari depan. Sementara, aku sengaja memilih bangku paling belakang dengan tujuan menekuni kegiatan memandang lelaki yang sudah lama kusukai. “Andai aja lo sefokus itu ketika matkul Pak Ridwan.” Suara seorang perempuan di sampingku ini layaknya kaset rusak yang menembus dan menyerang duniaku saat ini. Namun, seusaha mungkin kuabaikan. Bukan apa-apa, aku paling tidak suka kalau ada yang mengganggu ritual memandang pemandangan Tuban Mahesa untuk dikagumi dan diharapkan untuk dimiliki. Meski pada kenyataannya, manusia yang kupandan

hati yang jatuh

SEJAK AWAL ini sudah keputusanku. Menyalahkanmu adalah fibdakan egois dan jahat yang kalau-kalau kulakukan. Menyalahkan diri sendiri juga sama sekali tidak membawaku pada akhir yang selayaknya. Akan tetapi, aku pernah, aku pernah menyalahkan diri sendiri karena telah membuat keputusan untuk menjatuhkan hati di depanmu. Kupikir kamu sebaik itu untuk mau mengambil hati yang jatuh itu dan kamu bawa ke mana-mana. Namun, hati itu dibiarkan jatuh dan kwmudian diselimuti debu. Hati yang baru saja kubenahi, hati yang baru saja pulih, hati yang baru saja bisa untuk kembali jatuh di hadapan seseorang. Dalam satu kali jatuh pula, hati itu benar-benar jatuh, tanpa dibuat melayang. Pada akhirnya, aku sendiri yang sedari awal menjatuhkan. Aku ingat, banyak pertimbangan dan pikiran-pikiran yang membuatku akhirnya menjatuhkan hati di hadapnmu. Aku tahu, ada kemungkinan aku gagal ksmbali. Namun, kala itu aku tidak mengendalikan harapan tentang berharap kamu menyukaiku dan ekspektasi bahwa kamu pasti

the answer

JAWABAN selalu menjadi akhir dari sebuah pertanyaan. Namun, aku tidak pernah cukup pada satu jawaban. Kadang-kadang aku membuat  satu jawaban menjadi beberapa pertanyaan yang bercabang. Kemudian masing-masing pertanyaan kubuat jawaban-jawaban—tentu saja menarik pertanyaan baru. Apa pun itu, selama jawaban-jawaban mesti selalu ada. Jawaban harus selalu ada sampai aku benar-benar menemukan jawaban yang tepat. Tidak, itu bukan tentang perfeksionis, melainkan aku hanya ingin jawaban yang msmuaskan dan membuatku paham bahwa aku harus menerimanya. Jawaban tanpa akhir itu bermula di kala kuberi kamu sebuah pernyataan. Ya, ada jawaban yang berangkat dari sebuah pernyataan. Lebih-lebih ini tentang hati, hati tidak boleh dibuat terluka diam-diam. Jadinya kubuat pernyataan hati yang telah lama menyimpan harapan dan ekspektasi bahwa cinta ini akan sampai kemudian saling mengikat. Namun, jawaban selalu memiliki dua sifat yabg kontradiktif, antara iya atau tidak, antara menerima atau melepaskan. J

Dua Garis Biru: Pemtingnya Sex Edu yang Masih Tabu

 DUA GARIS BIRU setidaknya pernah menjadi film yang digadang-gadang tidak layak tayang karena mengangkat isu hamil di luar nikah. Padahal film tersebut belum tayang, tetapi banyak orang-orang merasa resah. Aku pribadi waktu melihat video trailer-nya di YouTube dan aku merasa tidak ada yang salah. Justru di dalamnya terdapat pesan mendalam terkait sex education yang sayangnya masih tabu di tengah-tengah masyarakat. Jadi, alih-alih dikecam, film ini mesti diapresiasi karena menjadi wadah edukasi bagi anak-anak muda bahkan orangtua. Selama promosi film berlangsung, aku tidak pernah absen untuk menonton karena aku benar-benar excited menantikan film ini tayang di layar bioskop. Gina S. Noer selaku sutradara dan penulis naskah ini juta gencar menentang apa yang menjadi kontroversi terhadap film ini. Beliau mengatakan kalau cerita ini murni memberikan pesan, bukan tentang sebaliknya. Namun, untungnya film ini tetap bisa tayang dan di luar dugaan karena berhasil meraih lebih dari 2 juta penon

mau tertawa bersamaku?

“TUH, LAH! Temennya udah pada sidang, kamu masih nangis-nangis enggak jelas!” Itu adalah kata-kata pendukung yang benar-benar membuatku termotivasi untuk tidak merasa makin terpuruk. Bayangkan saja, ketika harus menunggu waktu lama tentang kepastian sidang proposal. Dosen tersayangku tiba-tiba mengundurkan diri. Sedikit lagi, sedikit lagi impianku untuk sempro akan terwujud. Akan tetapi, takdir begitu mulia dan baik hati karena memintaku untuk bersabar lebih lama. Hari ini adalah hari paling menyengsarakan dari hari-hari senang lainnya. Sedari tadi aku tertawa-tawa saja di sudut kamar seraya berbalas peean dengan salah satu temanku. Aku membeberkan kabar bahagia yang kudapatkan hari ini. Betapa nikmatnya perjuanganku selama ini, melawan air hujan, menempa waktu-waktu yang mendukung, dan, ya, tentu saja! Jangan lupakan si paling mendukungku, ayah dan bunda yang tidak pernah berhenti memberikan motivasi beserta saran membangun. Mereka akan membandingkanku dengan teman-temanku yang sebe

Isi hati

, entah kamu yang tidak peduli atau memang akunyabyabg terlalu takut untuk membuat keterdiaman di antara kita mencair. Bahkan aku merasa saat ini kita tidak secair dulu. Entahlah, memang benar-benar entahlah. Daripada entah ini dan entah itu, aku lebih suka kepastian. Misalnya, tentang rasa yang tidak sama. Itu benar-benar kepastian yang sudah pasti dan nyata adanya. Namun, memang aku suka sekali menyiksa diri dengan beberapa pertanyaan yang akhirnya menyakiti diri sendiri.  “Mungkin suatu saat.” “Tidak sekarang, bisa saja espk, lusa, atau mungkin di masa depan.” “Saat ini rasa kita memang tidak sama, tetapi sebentar lagi, rasa kita akan sama.” Aku tahu berharap setelah kepastian terungkap itu tidak baik. Lebih-lebih apabila kepastian itu tidak berpihak pada perasaan yang kumiliki. Akan tetapi, aku berusaha untuk menekan harapan. Bagaimana caranya? Sederhana, tetapi sebenarnya tidak semudah itu juga. Awal-awal aku sulit untuk menerima sehingga meraskan patah hati yang begitu dalam. Aku

tenda

MAU BAHAS soal tweet dari salah satu akun twitter bernama txtdarimedia. Menarik untuk dibahas karena memang terdapat pro dan kontra. Mendapat 16k like, lebih dari 1k untuk retweet dan kutipan retweet. Di sana pemilik akun mengunggah potongan foto yang menampilkan artikel judul sebuah media ternama milik asumsi. Di sana tertera judul Korban Gempa Cianjur Bikin Tenda Sakit untuk Penuhi Kebutuhan Biologis. Sebagai orang awam yang tidak pernah menjadi korban bencana apa pun, hal tersebut cukup menarik perhatian. Keningku berkerut, benak mulai bertanya-tanya, segala persepsi mulai mengarus sampai terangkum menjadi satu pertanyaan, “Kok bisa?” aku pun punya pikiran yang sama dengan kebanyakan warganet yang berkomentar di sana. Seperti mana mungkin bisa masih memikirkan kebutuhan biologis di saat segala harta benda rusak parah. Namun, sedikit-sedikit mulai memahami karena terdapat beberapa komentar yang justru memberi pengetahuan baru soal SOP relawan dalam membantu para korban. Salah satu