Langsung ke konten utama

Satu paragraf hari ini

 BAGI beberapa orang mungkin aku adalah perempuan yang percaya diri. Itu menyenangkan, setelah bertahun-tahun selalu menjadi musuh bagi diri sendiri. Dalam waktu lama di kala itu, tidak sedikit menemukan diri merundung fiaik yang menjadi tameng, mengutuk perilaku yang menjadi fondasi. Baiklah, aku menerima masa lalu dengan sikap dan sifat yang anatonis terhadapmu beberapa oramg lain —bahkan bagi diri sendiri. Setidaknya, ada kesadaran yang membuatku belajar dan memperbaiki diri versi terbaik yang kubisa. Namun, butuh waktu lama bagiku untuk menerima diri secara lahir. I am not beautiful woman, aku selalu menghibur diri dengan menggaungkan bahwa tidak ada orang yang jelek. Itu berhasil, tetapi tidak selalu. Dalam beberapa waktu, akan kembali meragukan diri sendiri. Kadang-kadang akan merasa kembali tidak layak. Tidak layak untuk dicintai dan dimiliki. Sejatinya, aku tahu, bahwa aku ada aku yang harus lebih dulu mencintai dan memiliki diri seutuhnya. Aki berusaha untuk itu dan berhasil, tetapi lama-kelamaan aku merasa butuh orang lain. Entahlah, untuk sekadar perhatian atau berdiskusi tentang hari ini. Namun, aku tidak seyakin itu—kasarnya, aku tidak sepercaya diri itu. Aku tahu, paham, dan mengerti siapa pun berhak dan pada takdir akan saling memiliki dan mencintai. Akan tetapi, aku zeminder itu, aku merasa tidak aman, untuk itu aku menjauhi diri agae tidak merasa makin tidak layak. Itu tidak baik, jelas aku mengetahuinya, itu tidak baik. Lebih-lebih saat ini aku dihadapkan dengan penolakan yang untungnya bisa kuterima, tetapi hampie saja meruntuhkan kepercayaan diri. Jauh setelah itu, runtuh dan goyah pertahanan yang kubangun selama bertahun-tahun silam. Untuk menjadi perempuan seperti ini—percaya diri dan yakin akan kelayakan diri. Akhir-akhir ini sedang tidak baik-baik saja rasanya. Percaya diri itu masih ada, hanya saja tidak setebal biasanya. Setidaknya, sesuatu mengganggu pikiranku. Aku tidak cantik, aku tidak secantik itu ternyata, aku besar dan untuk itu aku kembali meragukan kelayakan diri. Aku membenci posisi ini. Aku tahu, aku harus lebih dewasa menghadapinya. Jika aku merasa tidak cantik, maka aku harus mempercantik diri. Jika aku merasa besar, maka aku harus memperkecil diri. Akan tetapi, ada yang lebih penting dari itu, memang fisik penting, tetapi sesuatu dalam diriku lebih penting, kan? Aku harus mengubah pola pikir untuk memaknai cantik, aku harus mengubah pola hidup untuk memperkecil diri, aku harus membersihkan hati untuk terus menghargai diri sendiri. Aku harus menyadari dan menanam bahwa kebahagiaan itu letaknya di dalam diri seseorang. Ternyata, aku terlalu sibuk memcari kebahagiaan di luar diri—termasuk fisik—sementara kunci awal kebahagiaan ada di dalam diri untuk kemudian menguar keluar diri. 

Komentar