Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2023

tantrum

SUATU KETIKA Bio mengamuk, kedua kaki gempal nan mungil menendang-nendang angin. Tangan kanan dan kiri bergantian mengusir air mata yang tidak kunjung mereda. Suara serak menggelegar, meracau, berbicara tidak jelas. Meski wajah bulat sempurna itu memerah, mencoba menarik simpati, tetapi makin kencang volume, makin tidak ada yang acuh. Sampai Bio berguling-guling di lantai, mengakibatkan baju polos dengan gambar bus tayo kotor karena lantai belum dibersihkan. "Mana cokelat Bio, Ibunnn!" Masih dengan beringas Bio melakukan atraksi bergumul dengan lantai.  Daripada membalas, seorang perempuan dengan celemek merah jambu sibuk berkutat pada panci berisi sayur mayur. Suara gertakan antara sutil dan panci yang tengah mengoseng tumbuhan masak. Meski telinga terasa dipukul-pukul karena teriak tangis Bio menyerang dengan ganas. Sampai-sampai mendidihkan hati, meletup-letupkan percikan api dalam benak. Namun, perempuan berusaha untuk tidak acuh, meski berkali-kali hatinya berteriak-ter

ada yang lebih penting daripada mengunci pintu

ADIPATI datang di kala surya disembunyikan awan kelabu. Biasanya, aku akan selalu merasa khawatir apabila pasukan air meluruh. Meskipun kemudian menjadi perempuan pasrah karena dibasahi hujan. Berteduh hanya membuang-buang waktuku. Lebih baik berlari untuk sampai tujuan, daripada diam terpaku di bawah teduh mengamati titik-titik berjatuhan kemudian memantul mengenai aspal. Kali ini, Adipati datang bersama payung transparan, terulur di hadapanku. Sementara aku diam saja, di tengah-tengah gemuruh yang berusaha mengusik pikiran penuh pertimbangan. Apa harus kuterima payung tersebut, sudah lama sekali tidak melangkah tanpa takut basah di bawah para untaian air hujan. Namun, apabila kuterima payung itu, apa diri ini akan mampu terselamatkan kembali? "Kurasa kamu selalu meringkuk di balik selimut saat musim hujan, benar?" Sialnya, bukan hanya menerima payung itu, melainkan membiarkan aku dan Adipati bernaung di bawah hujan. Entah ini harus terjadi atau tidak, bisikan hati menjadi

merah muda, biru, jingga

LELAKI itu hadir di kisah-kisah yang hampa. Hadir membawa pasukan warna-warni. Kehangatan dari sikapmya yang begitu lembut. Senyuman manis seakan-akan lukisan paling indah yang pernah kulihat selama kisah ini berjalan. Ingat sekali, di kala tangannya terulur memberi warna-warni yang bisa kupilih. Awalnya aku ragu, tetapi sudah lama sekali kisahku hanya berwarna abu-abu. Kupikir tidak ada salahnya untuk mengambil beberapa warna untuk menemani abu-abu, bila perlu mengikis abu-abu. Sejujurnya, aku audah jengah diselimuti dengan abu-abu yang menguar. Jikalau kubalik tubuh, atau berjalan sedikit ke belakang. Tidak ada warna-warni yang menyenangkan kecuali di halaman-halaman awal kisah. itu terlalu jauh. Lantas, mana mungkin separuh hidupku hanya dipenuhi abu-abu, kan? Dengan penuh pertimbangan, kuambil warna merah muda, biru, dan jingga. Hanya tiga, tidak banyak.  "Terima kasih," kataku pada lelaki itu yang kini mengangguk dan tersenyum. Tanpa membalas, dia berbalik dan meninggal

lelaki tercintaku

GUMPALAN sialan ini telah membuatku terpisah jarak berpulau-pulau dengan lelaki tercinta. Meski hampir satu hari tangan kami bertaut selama perjalanan yang akan berakhir memisahkan. Namun, kunikmati sisa-sisa waktu bersama kala itu, meski harus menahan serangan pukulan di dalam kepala oleh benda kecil mematikan. Aku mengaguminya, postur gagah yang takmempan disurutkan usia. Wajah berkerut itu masih sama seperti sejak awal pertemuan, begitu bijak dan penuh keyakinan. Namun, paling-paling makin membuat terpesona genggaman tangan itu terasa kuat seakan-akan takada tempat paling aman selain cakupan telapak tangannya. Garis bibirnya memang datar, tetapi matanya menyuguhkan harapan dan doa. Takperlu dia banyak bicara, sikapnya telah mengatakan bahwa dia mencintaiku yang tengah bertaruh nyawa. Takada hal paling menyenangkan kecuali mendapati lelaki tercinta masih berdiri kokoh sampai pangkal rambut dihiasi uban.  "Saya akan terus memantau kondisi kamu dari rumah." Tangan lainnya me

the true first love

CINTA PERTAMA , orang-orang bilang cinta yang jatuh untuk pertama kalinya dalam hidup adalah cinta pertama. Orang-orang lain ada pula yang bilang cinta pertama adalah cinta yang terbungkus rapi dalam cinta monyet. Aku hanya manggut-manggut saja. Tanpa mencari tahu dan memaknai sendiri, langsung memvalidasi karena dua hal itu setidaknya pernah kurasakan. Namun, cinta tidak pernah hadir membawa makna yang sesungguhnya, kecuali manusia benar-benar menemukan satu titik untuk kemudian memaknai bahwa ini adalah cinta pertama.  Cinta pertamaku datang ketika masih remaja. Tiga tahun menemui dan kenal banyak sekali lelaki, tetapi dari menjadi murid baru sampai menjadi alumni aku hanya terpaku pada satu lelaki. Namun, kemudian butuh waktu lama untuk melepaskan bayangnya. Itu cinta yang benar-benar membuatku harus menaruh hati, entah karena apa. Orang hilang lelaki yang kusukai untuk pertama kali itu aneh. Namun, bagiku dia spesial, dahulu, kala itu. Sampai setelah lulus dan menjadi murid baru di