DADA itu sesak. Penuh api-api amarah, percikan kecewa memantik bakaran baru. Bak rumah dilahap si jago merah, air seakan-akan beringsut menjauh. Pisau di tangan siap-siap menancapkan diri di atas permukaan perut. Badai petir bersahutan bak melodi pengiring. Hujan deras malam itu menemani tangisan perempuan paruh baya yang sedang terluka hati dan pikirannya. Mana kala malam itu akan menjadi malam terakhir yang tragis. Marah pada takdir yang melulu buat tangis. Menyerah pada kehidupan yang begitu bengis. ••• Sudah tidak ada lagi alasan bagiku untuk membenci lelaki paruh baya yang tengah terbatuk-batuk. Tubuh yang dulunya berisi, kini mengkerut. Setidaknya setelah serangan jantung menyapa hidupnya. Kini yang ada hanya rasa sesal karena telah membenci. Ada iba kian merebak mengembalikan cinta yang dulu terempas. Kalau-kalau lelaki paruh baya itu tidak semena-mena pada perasaan. Kalau-kalau dia tidak mengkhianati cinta. Apabila saja manusia yang terbaring lemah itu tidak menodai...
manusia penyuka-duka kehidupan