Langsung ke konten utama

Hujan, Panas, Dosa, dan Produktif [Eps. 1, Pillow Talk]

 HARI ini hujannya jauh lebih menenangkan daripada hujan kemarin malam. Kemarin lumayan bikin gue khawatir, sih. Masalahnya kamar gue di atas. Tembok sebelah kanan ini langsung berhadapan dengan langit. Apa lagi kemarin geledeknya gede banget, jedar jeder gitu. Hujannya juga kemarin lebat banget. Depan kamar gue ini, kan, depannya balkon dan genteng. Suaranya berisik.

Malam ini oukul 22.30, hujannya ringan dan menenangkan. Pas banget untuk pengantar tidur. Jadi enggak usah setel musik alam atau relaksasi di YouTube. Langsung alamiah dari langit. Tapi, ya, alhamdulillah banget karena dikasih hujan. Kalau dibandingkan tahun kemarin, tahun ini lebih banyak hari hujannya. Gue inget banget, tahun kemarin bulan segini itu masih kemarau-kemaraunya.

Iklim sekarang terasa banget berubahnya. Suhu matahari juga makin terik. Kalau siang langsung beras gosong. Apa lagi gue anaknya gampang keringetan. Sisi positifnya jemuran jadi cepet kering, udahnya enggak ada lagi kayanya. Tapi, cuaca yang makin panas ini bikin gue ngerasa khawatir juga. Anyway, kenapa di tulisan ini gue lebih banyak khawatir, ya? Haha.

Tapi, serius! Gue udah takut banget dengan terjadinya pemanasan global. Gue rasa bumi ini nggak akan pernah tua ataupun muda. Daripada menganggap bumi tua atau renta, gue menganggap bumi mulai lelah. Ya, bayangin aja efek rumah kaca. Hampir semua rumah menggunakan AC. Hutan-hutan berubah jadi bangunan pencakar langit. Kayak, bumi tuh udah enggak sehat aja.

Pikiran bodoh gue itu udah mengarah sampai gimana kalau ternyata bumi benar-benar sakit dan enggak bisa pulih? Coba deh bayangin kalau suatu waktu bumi menyerah. Gue bayanginnya aja udah takut. Atas dasar hal ini juga yang bikin gue ingat dosa. Lo tau enggak, sih, gue setiap mau tidur selalu istighfar. Bukan karena gue alim, tapi karena gue dosa aja gitu.

Kadang kesel sama diri sendiri. Mau berubah tapi enggak mau memaksakan diri untuk berubah. Contohnya salat. Jadi beberapa waktu lalu gue abis nonton short YouTube. Di situ Agatha Chelsea ngomongin sistem kerja otak di podcast Raditya Dika. Gue, kan, anaknya suka baca komen, ya? Dan gue baca komen, di komentar pertama Gue membaca komentar singkat, tapi itu orang mengubah hidup gue.

Komentar itu intinya bilang itulah kenapa salat harus dipaksakan. Jadi, yang gue tangkap untuk bisa terbiasa melakukan sesuatu ya kita harus memaksakan diri untuk membiasakan sesuatu tersebut. Padahal sebelum-sebelumnya gue enggak ada dorongan atau motivasi untuk mulai berubah. Ada, sih, tapi di tengah-tengah berhenti. Sampai akhirnya kemarin siang gue chat Eka temen gue.

Gue minta tolong ke dia untuk bantuin gue rajin salat. Jadi setiap hari gue akan kirim laporan salat lima waktu ke dia selama 60 hari. 60 hari kedua gue akan menurunkan intensitas laporan untuk meluruskan niat gue. Karena 60 hari pertama untuk membiasakan diri rajin salat. 60 hari kedua gue pengen salat, ya, karena Allah bukan karena laporan ke Eka. Tapi sebenarnya dari sekarang gue sedang berusaha untuk meluruskan niat, biar enggak belok.

Gue enggak menganggap perubahan ini adalah sesuatu yang terlambat. Tapi, ini jadi langkah awal gue untuk menjadi seseorang yang lebih baik lagi. Karena selama ini gue tuh ngerasa malu karena enggak Salat. Kayak gue bisa melakukan produktivitas apa pun yang sifatnya duniawi. Tapi, kenapa gue enggak bisa menunaikan kewajiban kepada Tuhan yang udah memberikan gue kesempatan berproduktivitas? Gue bener-bener malu banget sama diri gue sendiri.

Dan ini udah hari kedua gue membiasakan diri dan laporan ke Eka. Ya, walaupun masih ada yang bolong. Tapi, gue sedang berusaha. Gue harap gue enggak berhenti di tengah jalan karena ini adalah kewajiban gue sebagai seorang muslimah. Gue sadar gue enggak mungkin mengejar duniawi tanpa mendekati pemilik dunia. Gue sadar kalau gue enggak bisa menyenangkan semua orang melalui produktivitas gue. Tapi, satu hal yang gue sadari dan pahami bahwa gue harus menyenangkan Tuhan gue.

Selain gue menyenangkan Tuhan gue dengan beribadah. Gue juga menyenangkan Dia dengan memanfaatkan produktivitas dan privilese yang udah dikasih ke gue. Contohnya hari ini gue mulai bikin podcast atau siniar yang gue beri nama SINIAR VINA. Gue bikin di Spotify. Hari ini juga udah unggah satu audio berupa prolog dua menit.

Sebetulnya gue agak ragu karena takut enggak konsisten. Gue juga ngerasa bisa enggak, ya, gue? Tapi, untungnya keinginan gue mencoba lebih besar daripada keraguan gue. Jadi, gue akan posting siniar satu atau dua pekan sekali. Gue berharap produktivitas gue bermanfaat dan berguna untuk orang lain, ya, walaupun gue agak regu juga bakal ada pendengar atau enggak. Tapi, ya, udahlah. Yang penting mulai aja dulu!

Cerita Vina mau tidur episode satu sampai sini aja karena hari ini belum ada kisah yang bisa gue ceritain di sini. So, see you next episode! Good night!

Komentar