AKU tempat pulang kamu, dik. Jangan ragu untuk pulang.
Aku adalah anak keempat
Di saat yang bersamaan...
aku adalah seorang adik
untuk kakak-kakak perempuanku
... dan seorang kakak perempuan
untuk adik-adik lelakiku
Secara tidak langsung
Aku tahu rasanya...
menjadi seorang kakak
Dan aku tahu persis
bagaimana rasanya menjadi seorang adik
Setelah hampir dua puluh lima tahun
Baeu kusadari...
baru kurasakan...
mengerti rasanya menjadi adik
mengerti mesti bagaimana menjadi kakak
Tahu caranya,
mengerti kakak-kakak perempuanku
mengerti adik-adik lelakiku
Hari ini, kabar buruk datang lagi
Aku tertawa hambae,
tetapi, dik, percayalah
aku sedang menangis
Mengapa hidup begitu kejam, ya?
Aku memahami,
siapa pula yang mau terkenal musibah?
Aku tahu ini bukan salahmu sepenuhnya
Hanya saja, keadaan sedang mengujimu
Bahkan, sedang mengujiku
juga menguji kakak-kakak yang lain...
Kita ini keluarga,
Ujianmu
adalah ujianku juga
Aku takingin kamu merasa sendiri
Mungkin dunia sibuk menghakimi
Namun, dik...
aku ingin kamu punya tempat kembali
Mungkin rumah kita sudah runtuh
rumah kita juga sudah tiada
Dan, oleh karena itu pula
aku ingin jadi rumahmu
Bukankah sosok kakak...
harus jadi rumah ternyaman
bagi adik+adiknya?
Dan
Tatkala rumah ikut menghakimi
Maka kamu kehilangan rumah
Tatkala rumahmu hilang
bukankah kamu telah kehilangan
peran kakak-kakakmu?
Kakak yang seharusnya menopang
mengapa menjadi garang?
Kakak yang semestinya membantu
mengapa keras seperti batu?
Kakak yang seharusnya memeluk
mengapa seakan-akan menusuk?
Kakak yang seyogianya menenangkan
Mengapa terasa makin menyakitkan?
Dik,
Jauh di lubuk hatimu
kamu meringkuk dengan sendu
keinginan memeluk diri sendiri
air mata menderai pilu
seperti anak kecil
yang ingin mengajak main sang kakak
Dik,
Mungkin rasa rasa sayang pada kakakmu
begitu dalam terkubur,
ditimpa segala sesak dan sakit
begitu lama sekali tersasar
menyasar ke orang-orang
yang bukan rumahmu
sebab, rumahmu...
salah mengertimu
Komentar
Posting Komentar